Dalam banyak hadis, Rasulullah Saw mengingatkan kita untuk hati-hati dengan “as syahwah al khafiyyah” syahwat yang tersembunyi, kelezatan atau kenikmatan yang tersembunyi. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Imam at Thabarany dalam Mu’jamnya bahwa, Rasulullah Saw bersabda, “atakhawwafu ala ummati as syirka wa syahwatal khafiyyah” sesungguhnya aku takut terjadi pada umatku, syirik dan syahwat yang tersembunyi.
Imam Baihaqy dalam Syu’abul Iman meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “inna akhwafa ma akhafu ala ummati, ar riya’ wa syakhwatal khafiyyah” sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada umatku adalah, riya’ dan syahwat yang tersembunyi.
Apa yang dimaksud dengan syahwat yang tersembunyi ini, dan apakah setiap syahwat itu buruk, berdosa, dan membawa dampak yang tidak baik bagi pemiliknya? Ternyata tidak. Ada syahwat yang nikmat bagi pemiliknya tetapi tidak merusak ibadah sama sekali, baik dzahir maupun batin.
Contonya seperti apa yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam hadisnya, “wa fi budh’I ahadikum shadaqah” dan ketika seorang di antara kalian menggauli istrinya, maka itu menjadi sedekah baginya. Para sahabat bertanya, “aya’ti syahwatahu fa kana alaih ajr” apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya lalu mendapatkan pahala dari pelampiasan itu? Rasulullah menjawab, “ara’aitum lau wadha’aha fil haram akaana alaihi wijru? Fa kaaana idza wadha’aha fi halal kana alaihi ajru” bagaimana pendapat kalian kalau dia melampiaskan pada hal yang buruk (pada zina misalnya) apakah dia mendapatkan dosa? Maka begitu pula ketika dia meletakkannya pada hal yang baik, pada hal yang halal, maka dia mendapatkan pahala. Di sini, seorang yang melampiaskan syahwat tapi dia mendapatkan pahala dari hal tersebut.
Dalam hadis lain Rasulullah Saw pernah menyatakan, “la yu’minu ahadukum hatta yakuna hawahu tab’an lima ji’tu bihi” tidak beriman seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya itu mengikuti syariat, mengikuti anjuran-anjuran dan perintahku.
Ketika seseorang misalnya melaksanakan shalat, lalu dia mendapatkan nikmatnya shalat itu. Bersedekah, lalu dia mendapatkan nikmatnya sedekah. Itu juga bagian dari syahwat, tetapi syahwat seperti ini menjadi syahwat yang sama sekali tidak merusak amal.
Ada syahwat yang tersembunyi, baik itu tersembunyi dari pandangan manusia, dan tersembunyi dari pribadi orang tersebut, dan ini yang paling berbahaya. Seperti riya’ misalnya. Orang beramal, orang melihatnya dia ikhlas, orang melihatnya ketika shalat, khusyuk. Tetapi, ada syahwat ingin dipuji, ingin dilihat hebat, ingin dikatakan dia orang yang hapal Alquran, bagus hapalannya, dan seterusnya. Syahwat khafiyyah seperti inilah yang harusnya kita berhati-hati.
Kemudian, hubburri’asah, cinta kepada jabatan. Niatnya, untuk memperbaiki agama. Niatnya untuk memperbaiki keadilan. Niatnya untuk berbuat baik, menjadikan jabatannya itu sebagai tangga menuju kebaikan. Benar. Tetapi kita tidak tau ada bisikan-bisikan lain, yang memang dia ingin dengan bisikan itu dia ingin dipuji manusia, dianggap hebat, berkuasa, dan seterusnya.
Kemudian ada hal-hal lain, bisikan-bisikan dalam hati kita yang kemudian merusak amal kita. Sehingga tampak di hadapan manusia itu baik, tetapi sesungguhnya menjadi rusak karena adanya syahwat khafiyyah.
Semoga dengan ibadah-ibadah yang kita lakukan tidak lain untuk merapikan jiwa dan raga kita, merapikan batin kita termasuk merapikan syahwat dan keinginan kita agar sejalan dengan tuntunan dari Allah Swt., sembari berdoa, “Allahumma ati nafsi taqwaha, wa zakkiha anta khairu man zakkaha, Anta waliyyuha wa maulaha.”
sumber : https://hafalanquran.com/mewaspadai-syahwat-yang-tersembunyi/