Ikatan Janji Umat Akhir Zaman
Oleh: Umarulfaruq Abubakar
=====================
وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۚوَالرَّسُوْلُ يَدْعُوْكُمْ لِتُؤْمِنُوْا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ اَخَذَ مِيْثَاقَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajakmu beriman kepada Tuhanmu? Sungguh, Dia telah mengambil janji (setia)-mu jika kamu adalah orang-orang mukmin”
=====================
Ada lalu tiada. Hadir sebentar di pentas dunia, lalu akhirnya berkalang tanah.
Begitulah kisah kehidupan manusia. Semua akhirnya fana. Yang abadi adalah kenangan dan karya.
Dalam kisah panjang itu, Iman selalu menjadi sumber kemuliaan. Seperti Rasulullah dan para sahabat dan ulama terdahulu.
Keimanan yang menghunjam kuat di dalam dada mereka mampu mengeluarkan segala potensi kecerdasan dan kreativitas yang luar biasa, menebarkan kebaikan ke segala penjuru, melahirkan mahakarya peradaban yang membentang jauh.
Kisah sejarah Islam adalah kisah keimanan yang berhadap-hadapan langsung dengan kekufuran dan kemunafikan, kisah perseteruan petunjuk dan kesesatan.
Kala itu, kehadiran Rasulullah menjadi cahaya petunjuk bagi semesta. Sabda Rasul adalah kata pemutus dalam berbagai perbedaan dan keraguan.
Namun bagaimana dengan umat Rasul yang datang setelah beliau? Yang terpaut lebih 14 abad dari masa hidup beliau? Dengan jarak yang terbentang luas dari tempat hidup beliau?
Mereka tidak bisa melihat mukjizat, tidak bisa menyaksikan kedahsyatan turunnya wahyu kepada Rasul, tidak bisa melihat pancaran keindahan sempurna dari Baginda Rasul; fisiknya, kata-katanya, akhlaknya, dan segala perilaku hidupnya.
Bagaimana mereka bisa percaya, padahal mata mereka tidak melihat secara langsung, telinga tidak bisa mendengar, bahkan fisik pun tidak pernah bersentuhan?
Mereka hanya berbekal sebongkah hati untuk percaya. Mereka hanya punya secuil iman untuk tetap kokoh mengikuti jalan sang junjungan. Mereka hanya punya sedikit ilmu tentang sirah kehidupan beliau, untuk berusaha mengikuti sunnah dan akhlak beliau dalam kehidupan sehari hari
Harapan mereka sederhana: semoga setetes rasa cinta ini dapat menjadikan mereka pantas menjadi umat beliau dan kelak di akhirat bisa berjumpa.
Tentang umat akhir zaman ini, Baginda Rasul pernah berkata di hadapan sahabatnya:
Aku ingin sekali berjumpa saudara-saudaraku.’ Mereka (para sahabat) berkata, ‘Wahai Rasulullah, bukankah kami saudaramu?’
Beliau bersabda, ‘Kalau kalian adalah para sahabatku. Saudara-saudaraku adalah mereka (orang-orang beriman) yang belum ada sekarang ini dan aku akan mendahului mereka di Telaga Al Kautsar” (HR. Bukhari).
***
Keimanan Yang Menakjubkan
Di awal tafsir Surat Al Baqarah, lalu kembali diulangi ketika menafsirkan ayat ke 8 Surat Al Hadid ini, Imam Ibnu Katsir menyampaikan sebuah kisah yang (semoga) menyentuh kita semua.
Suatu ketika, Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya,
“Siapakah orang yang paling menakjubkan imannya?” tanya Rasulullah
“Para malaikat,” jawab sahahabat.
“Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka diciptakan oleh Allah untuk selalu beribadah pada Allah.”
“Ya Rasulullah, kalau begitu berarti para Nabi.”
Kemudian Rasulullah menjawab, “Bagaimana para Nabi tidak beriman, sedangkan mereka diutus untuk jadi contoh bagi umat manusia dan wahyu turun kepada mereka.”
“Ya Rasulullah, kalau begitu, para sahabat yang imannya tinggi.”
Lalu Nabi menjawab, “Bagaimana mereka tidak beriman, sedangkan mereka hidup di zamanku, mereka melihat mukjizatku, hidup bersamaku, melihatku dan mendengarkan wahyu secara langsung.”
“Ya Rasulullah, jadi siapa orang yang paling menakjubkan imannya itu?”
Nabi menjawab, “Kaum yang hidup sesudah kalian.”. “Mereka membenarkan aku, padahal mereka tidak pernah melihatku. Mereka hanya menemukan tulisan dan beriman. Mereka kemudian mengamalkan apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membelaku, seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku bertemu dengan mereka.”
***
Sahabat sekalian…
Antara kita dengan Rasulullah terikat sebuah ikatan, itulah ikatan keimanan. Dulu sejak zaman azali, kita pun pernah mengikarkan janji menjadi hamba Allah yang taat, seperti disebutkan dalam Surat Al A’raf ayat 172.
Tugas kita saat ini adalah setia dengan ikatan dan janji itu, walaupun seberat menggenggam bara. Semoga kelak kita bisa berjumpa dengan Rasul tercinta di Telaga Al Kautsar.