Kajian Kitab At Tibyan 2: Menyelami Makna Ikhlas
Oleh : Dr.Umarulfaruq Abubakar, Lc., M.H.I.
BAB 4, ADAB PENGAJAR DAN PEMBELAJAR ALQURAN (hal 24-29 pd buku)
▪︎Berniat Mengharap Ridha Allah Semata
Baik pengajar (guru) maupun pembelajar (murid), keduanya hanya berharap keridhaan Allah. Sebagaiman disebutkan dalam QS. Al Bayyinah ayat 5 dan hadits arbain yang ke-1, tentang niat yang ikhlas dalam beramal.
Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya seseorang itu diberi, sesuai kadar niatnya.”
Jadi seorang guru, seberapa berhasil proses pembelajarannya itu tergantung dgn seberapa ikhlasnya dlm mengajar murid2nya. Begitu juga seorang murid, seberapa besar keikhlasannya, kesungguhannya, tekadnya, azamnya dlm belajar, maka sebesar itulah ia akan mendapatkan pelajaran, akan menguasai apa yang ia pelajari.
Semakin ikhlas, akan semakin mendapatkan yang diharapkan. Baik itu guru atau murid. Tentunya yang dimaksudkan keberhasilan di sini adalah yang dinilai di sisi Allah. Derajat di sisi Allah.
Ikhlas adalah hanya menjadikan Allah satu2nya tujuan dlm ketaatan. Yaitu dgn ketaatannya, menjadikan ia semakin dekat kpd Allah, tanpa ada keinginan lain. Cari perhatian makhluk, atau pujian manusia, atau mencari cinta atau harapan lainnya selain mendekatkan diri kpd Allah. Semakin berharap kepada makhluk, semakin besar peluang kita untuk kecewa. Semakin berharap kepada Allah, semakin kita bahagia.
Maka banyak keutamaan ketika menjadi penghafal quran. Semua keutamaan2 duniawi mungkin bisa kita dapatkan. Tetapi ketika itu menjadi niat, akan menyesal…
Menghafal alquran supaya dapat beasiswa misalnya. Pas rektornya ganti, menyesal. Kenapa dulu2 capek menghafal quran, tau gitu sy gak usah ngafal quran. Karna ternyata setelah hafal, kebijakannya berubah. Akhirnya menghafal menjadi beban dan tidak mendapat apa-apa.
Ketika berniat untuk mendekat kepada Allah, semakin kita berbuat kebaikan maka semakin dekat jarak kita kepada Allah.
Ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari mencari perhatian makhluk. Ingin dianggap sholih, dsb.
Ikhlas adalah kesamaan niat perbuatan seorang hamba, dhohir maupun batin.
Di depan orang sama semangatnya dengan ketika sendiri. Allah yang ia sembah tatkala ramai, itu pula Allah yang ia sembah di kala sendiri.
Ada 3 tanda keikhlasan:
1. Sama baginya pujian dan celaan dari manusia.
2. Berusaha melupakan melihat pengaruh amal itu pada amal-amalan yang lainnya.
3. Mengharapkan pahala dari amal amal itu di akhirat
Yang diharapkan hanya dari Allah, tdk ada harapan dibalas di dunia. Yang diharapkan balasan di akhirat.
Boleh sholat duha utk kaya? Kalo harapannya kpd sholat dhuha, maka tdk diperbolehkan menurut para ulama. Tapi kalo harapannya kpd Allah, melalui sholat dhuha akan memberikan rizqi, maka diperbolehkan. Tipis sekali perbedaannya, tapi begitulah ibadah hati, sangat kecil tapi berpengaruh pada amal.
Tetapi orang2 yang ikhlas, dia tdk berharap dunia.
Kalaupun ada dari dunia, ia yakin itu bagian dari rizqinya yang sudah ditentukan Allah. yang ia harapkan pahala di akhirat.
Meninggalkan amal karena manusia itu riya, dan melakukan amal karena manusia itu syirik. Dan ikhlas adalah Allah menyehatkanmu dari riya dan syirik. Melakukan dan meninggalkan amal karena Allah. (Fudhail bin Iyadh)
Ikhlas adalah meniatkan seluruh gerak geriknya dan diamnya semata-mata karena Allah. Baik ketika sendiri maupun terang-terangan, semata-mata karena Allah. Bukan karena nafsu, syahwat, dan dunia.
Mencari perhatian manusia itu rugi. Belum tentu kita mendapatkan apa yang kita harapkan dari perhatian manusia, sementara kehilangan pahala keikhlasan yang agung dari Allah hampir pasti kita dapatkan.
Orang yang jujur itu, yaitu orang yang tidak peduli walaupun seluruh manusia tidak menghormatinya, demi utk kebaikan hatinya.
Dan dia tidak suka manusia melihat kebaikan sekecil apapun yang dilakukannya, dan juga dia tidak benci, manusia tau sedikit keburukan amalnya.
Karena saat dia berharap pujian dari manusia dan tidak suka orang melihat keburukannya, maka sebetulnya ia ingin dipandang lebih di mata manusia. Dan itu tandanya tidak ikhlas. (Harits Al Muhasibi)
▪︎Tidak Mengharap Dunia
Rizki kita sudah ditetapkan oleh Allah, ikhlas ataupun tidak ikhlas. Berapa pahala guru-guru quran yang bisa mengantarkan murid-muridnya hafal alquran, kemudian muridnya punya murid lagi. Alangkah ruginya jika berharap dunia, hilang pahala kita ketika berharap selain Allah.
Rizki kita dari Allah, bukan dari ketua yayasan, bukan dari direktur, dan pimpinan pimpinan lainnya. Ketika satu pintu tertutup, Allah akan memberikan rizki dari pintu lainnya.
Untuk para pimpinan pondok, pengurus yayasan, para pembina, mari kita berusaha membantu guru-guru kita supaya ikhlas. Jangan kita menuntut mereka ikhlas tapi kita tdk membantu mereka utk ikhlas.
Bagaimana caranya? Sempurnakan hak-hak mereka sepenuhnya, jangan ada gaji yang dipotong, gaji yang tertunda, tunjangan yang tidak diberikan. Ini berarti mendzolimi orang lain dan tidak membantu guru-guru untuk ikhlas.
Kalaupun terpaksa ada penundaan karena ada masalah di lembaga, komunikasikan dengan baik. Jangan sampai melukai orang-orang yang sudah berjuang dengan tenaga dan pikiran mereka. Ini kewajiban stakeholder, membantu para guru utk ikhlas dengan memenuhi hak-haknya.
Ikhlas dan yakin beriringan. Karena keikhlasan berawal dari keyakinan. Yakin bahwa amal kita dilihat oleh Allah, dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, yakin bahwa rizki kita sudah dijamin Allah, dan yakin bahwa mati itu pasti akan datang. Kitalah yang harus memproteksi hati kita agar tetap ikhlas. Dan ini butuh latihan. Beramal dulu, sambil menata hati agar tetap ikhlas.
Dalam menjalani kehidupan ini perlu ibadah hati yang berlapis-lapis. Ada ikhlasnya, ada yakinnya, roja’nya, ada khaufnya, ada tawakalnya dst…
Wallahua’lam bishshowab.