Seni Membangun Peradaban di Pesantren
Oleh : Ust. Dr. Umarulfaruq Abubakar, Lc., M.H.I.
Peradaban itu hadir ketika orang-orang hebat dan berkualitas berkumpul dalam satu waktu dan tempat, kemudian dengan segenap kemampuannya mereka bekerja melahirkan karya.
Tidak perlu jauh-jauh, kadang-kadang orang-orang hebat itu ada di sekitar kita.
Seperti kisah Syekh Ahmad Yasin yang berkeliling ke negara-negara Arab membawa misi Palestina, ternyata tidak mendapatkan sambutan yang serius. Tapi beliau mengarahkan pandangannya kepada anak-anak kecil yang berlarian di pelataran Masjid Al Aqsa. “Dari sinilah aku akan memulai,” kata beliau. Dan anak-anak hasil didikannya itu yang ternyata kelak menjadi ujuang tombak perjuangan Palestina, seperti Ismail Haniya dan pejuang-pejuang seusianya.
Di tengah pesantren dan juga lingkungan masyarakat, sesungguhnya kita bisa melakukan hal yang sama, yang penting kita menguasai ilmu dan perangkatnya.
Demikian beberapa petikan dari nasehat Ust Syihabuddin Abdul Mu’iz dalam pertemuan di Masjid Raudhah, Karanganyar. Senin, 29 Mei 2023.
Sebagai kiai di pesantren dan masyarakat, kata Ust Syihab, ada empat kemampuan yang penting untuk kita kuasai, yaitu:
1.Quwwatu Tauhid. Kekuatan Rasa dan Keyakinan. Sumbernya dari Tadabbur Asmaul Husna
2.Quwwatu Tafkir. Kekuatan Berfikir. Sumbernya dari Sirah Nabawiyah
3.Quwwatu Tanfidz. Kekuatan Pelaksanaan. Sumbernya dari Fiqhu Dakwah dengan Pendekatan Historis
4.Quwwatu Ta’amul. Kekuatan Interaksi Dakwah. Sumbernya dari Tazkiyatunnafs
Di hadapan para pimpinan pondok pesantren yang tergabung dalam Forum Maahid dan Madaris Quran Indonesia (Formaqin) dan juga alumni Pondok Isy Karima, beliau menyatakan bahwa inilah empat potensi utama yang perlu dimiliki kiai.
Dalam hal Tauhid, yang paling penting adalah membangun kesadaran tentang kehadiran dan keberadaan Allah di dalam hati. Pembahasan detail ilmu kalamnya, serahkan kepada ahlinya. Tugas kita adalah bagaimana mengenalkan Allah kepada masyarakat dan anak didik kita melalui asma’ dan sifatNya.
Dalam hal Tafkir dakwah, kita perlu banyak belajar dari Sirah Nabawiyah. Sebab sesungguhnya setiap langkah yang diambil oleh Rasulullah, selalu berpegang pada analisa yang kuat dan tindakan yang tepat.
Semakin kita sesuai dengan Sirah Nabawiyah; dengan dasar pemahaman yang benar dan tindakan yang tepat, semakin cepat kemajuan dan keberhasilan kita bisa dapatkan.
Maka bacalah Kitab-kitab Sirah Nabawiyah seperti kita membaca Al Quran. Pahami dan renungkan sebagaimana kita memahami dan mendatadabburi Al Quran. Insya Allah akan banyak inspirasi yang datang pada waktu dan saat yang tepat.
Dalam hal Tanfidz, kita perlu belajar fiqih dakwah dengan melakukan pendekatan historis tentang dakwah di Indonesia. Para ulama dan raja-raja nusantara memiliki banyak terobosan dan kebijakan hebat dalam penyebaran Islam di negeri ini.
Sementara dalam hal Ta’amul, kita perlu mendalami Bab Tazkiyatunnafs. Sebab kita berinteraksi dengan masyarakat dan anak didik kita itu pakai hati. Tugas utama kiai adalah transfer tazkiyatunnafs. Kekuatan utama seorang kiai terletak pada wiridnya. Kiai itu harus kuat shalatnya, kuat tilawahnya, kuat zikirnya, kuat shalawatnya. Keikhlasan hati kiai dan cahaya hatinya, itulah sumber inspirasi perubahan dalam masyarakat
Profil Kiai di sebuah pesantren harus kuat, kata Ustadz Syihab. Kalau kiainya baik, maka akan berdampak pada kebaikan pesantren dan masyarakat. Tapi kalau sampai bermasalah, maka akan berefek kepada rusaknya santri, asatidzah, musyrif, pengelola pesantren, masyarakat, dan juga lingkungan pesantren itu sendiri.
Untuk urusan teknis, silahkan bisa dibagi dan didistribusikan dengan yang lainya. Tetapi seorang kiai harus terus menguatkan tauhidnya, mendalami sirah nabawiyah, mengkaji fiqih dakwah, dan sibuk dengan tazkiyatunnafs, agar bisa memberikan efek perubahan kebaikan dan membangun peradaban di lingkungannya.